Bicara soal tradisi nih ton, Bali emang gak ada habisnya deh. Tradisi-tradisi warisan leluhur Bali yang ada sejak lama ini masih bertahan hingga hari ini tak lepas dari peran masyarakat Bali masa kini. Terlepas dari besarnya bada globalisasi, masyarakat Bali mampu terus bertahan dan melestarikan tradisi serta budayanya, termasuk tradisi Omed-omedan yang satu ini.

Tradisi dari desa Sesetan ini masih bertahan dan lestari hingga detik ini. Simak ulasan jalanmelali.com tentang tradisi Omed-omedan dari desa Sesetan berikut di bawah ini.
Sering sekali terjadi salah pemahaman ketika tradisi Omed-omedan ini digelar ton. Bagi orang awam, melihat banyaknya pemuda dan pemudi saling berpelukan dan berciuman serta dipertontonkan di khalayak ramai tentu akan merasa heran. Ada yang mengungkapkan bahwa omed-omedan ini adalah festival ciuman masal hingga mengatakan tradisi ajang cari jodoh. Ga heran sih ton, kalau sampe baper saat gelaran tradisi omed-omedan bisa aja beneran jodoh. Tapi itulah keunikan dari tradisi di Bali yang mungkin tak bisa ditemukan di daerah lain.
Awal Mula Tradisi Omed-omedan
Pada mulanya tradisi omed-omedan ini berasal dari warga Kerajaan Puri Oka. Para warga ini berinisiatif untuk membuat sebuah permainan tarik-menarik, lambat laun permainan ini berubah menjadi saling rangkul. Namun dalam pelaksanaannya suasana menjadi gaduh. Bertepatan pada saat itu Raja Puri Oka sedang sakit dan merasa terganggu akan suara berisik tersebut. Namun ketika Raja keluar dan menyaksikan secara langsung permainan omed-omedan ini, beliau nampak sembuh dari penyakitnya. Sejak saat itu permainan ini diselenggarakan setiap tahun saat Ngembak Geni (sehari setelah hari raya Nyepi).
Omed-omedan berasal dari kata “omed” yang berarti menarik. Secara umum omed-omedan ini adalah ritual saling peluk dan tarik menarik secara bergantian antara dua kelompok yakni satu kelompok pemuda dan satu kelompok pemudi dengan posisi saling berhadap-hadapan. Tradisi ini merupakan tradisi yang dilaksanakan dalam rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi tepatnya pada saat Ngembak Geni. Tradisi ini hanya bisa ditemukan di Banjar Kaja Sesetan, Desa Sesetan, Denpasar.
Meski sudah diminta untuk dilaksanakan setiap tahun, nyatanya tradisi ini sempat tidak dilaksanakan lo semeton. Alhasil terjadilah kejadian aneh di Desa Sesetan yakni adanya dua ekor babi yang saling berkelahi. Melihat adanya kejanggalan tersebut, akhirnya warga desa memutuskan untuk melaksanakan kembali tradisi Omed-omedan ini hingga saat ini.
BACA JUGA: Tradisi Mesuryak: Berebut Hujan Uang dalam Bingkai Suka Cita
Keunikan Tradisi Omed-omedan
Tradisi omed-omedan ini diikuti oleh seluruh pemuda dan pemudi Desa Sesetan dengan rentang usia 17-30 tahun dan belum menikah. Jadi walapun masih ada dalam rentang usia tersebut tapi sudah menikah, tidak bisa mengikuti tradisi unik ini. Omed-omedan ini bukan sekedar permainan seru-seruan saja, namun juga bersifat sakral. Maka dari itu untuk menjaga kesakralan itu pemudi yang sedang menstruasi tidak diperkenankan untuk ikut berpartisipasi. Inti dari permainan ini adalah peluk, cium, siram, lalu tarik. Alur ini terus dilakukan silih berganti hingga seluruh pemuda dan pemudi yang berpartisipasi mendapat giliran.
Tujuan utama dari pelaksanaan Omed-omedan ini adalah sebagai penolak bala. Jadi sebelum tradisi ini dimulai, seluruh peserta melaksanakan persembahyangan bersama di Pura terlebih dahulu. Setelah selesai sembahyang, dilanjutkan dengan pementasan Barong Bangkung sebagai pengingat bahwa pernah terjadi hal serupa saat Omed-omedan tidak dilaksanakan. Kemudian baru dilanjutkan dengan acara yang paling ditunggu yakni para kelompok peserta pemuda pemudi memasuki pelataran Pura.
Ajang Festival Kasih Sayang
Mula-mula pemuda dan pemudi ini akan berbaris berhadap-hadapan sesuai arahan dari pecalang. Kelompok pemuda dan kelompok pemudi yang mendapat giliran pertama akan diangkat oleh teman-teman lainnya hingga akhirnya bertemu dan berpelukan erat. Bukan hanya berpelukan saja, ciuman pun tak terelakkan terjadi baik pipi, kening, maupun bibir. Saling peluk dan cium ini melambangkan wujud kasih sayang dan kebersamaan. Saat kedua perwakilan ini saling berpelukan dan berciuman maka masing-masing kelompok akan saling tarik menarik hingga keduanya lepas. Ketika keduanya tidak mau lepas maka mereka akan disiram dengan air hingga basah kuyup.
Keseruan itu terus berlanjut hingga semua peserta mendapat giliran. Tidak semua akan seperti itu, ada kalanya peserta sudah di dorong oleh teman-temannya untuk saling peluk cium, tapi mereka tetap menghindar karena memang mereka tidak saling suka. Keseruan akan semakin bertambah saat lagu omed-omedan ini dilantunkan. Kurang lebih lagunya seperti ini.
Omed-omedan saling kedengin saling gelutin, diman-diman. Omeda-omedan besik ngelutin, ne len ngedengin diman-diman.
Gelutin ini artinya saling berpelukan, diman yaitu ciuman yang merupakan simbol dari ungkapan kasih sayang, kemudian kedengin artinya tarik menarik.
Omed-Omedan Masa Kini
Saat ini, tradisi asli Desa Sesetan kian ramai dinikmati khalayak luas. Mulai dari wisatawan lokal hingga mancanegara ramai-ramai datang untuk menyaksikan rangkaian tradisi unik ini. Menyadari bahwa Omed-omedan menjadi daya tarik wisata, masyarakat setempat akhirnya mengemas tradisi ini dalam festival warisan budaya tahunan yang bertajuk Omed-omedan Cultural Heritage Festival. Setiap tahunnya festival ini ramai pengunjung dari berbagai kalangan. Tak kalah pecinta seni seperti fotografer juga berbondong-bondong datang untuk mengumpulkan koleksi foto yang menarik dari atraksi ini.
Di Bali, setiap desa memiliki ceritanya sendiri, baik dari sisi budaya dan tradisi. Semua itu memiliki alasan dan bernilai sejarah yang tinggi. Omed-omedan adalah bukti nyata dari tradisi yang mencerminkan pentingnya rasa asah, asih, dan asuh dikalangan pemuda-pemudi sehingga dapat memperkuat tali persaudaraan.
Sekian ulasan jalanmelali.com menganai tradisi Omed-omedan. Jangan lupa baca terus artikel menarik lainnya seputar budaya, hiburan, dan liburan di Bali hanya di www.jalanmelali.com