• Skip to main content
  • Skip to secondary menu
  • Skip to primary sidebar
  • Skip to footer

jalanmelali

Sharing Local Experience

  • Home
  • NEWS
  • PLACE TO GO
  • TREND-CULTURE
  • COMMUNITY
  • CULINARY
  • SHOWBIZZ
  • ABOUT
    • SITEMAP
    • CONTACT
    • PRIVACY POLICY

Galungan: Hari Raya Paling Ditunggu Tapi Harga Daging Babi Meroket hingga Fenomena Malu Pulang Kampung

April 19, 2025 by jalanmelali Leave a Comment

Galungan adalah hari raya yang paling ditunggu umat Hindu di Bali selain Nyepi. Kenapa ditunggu? Mungkin karena ada banyak aktivitas yang mereka bisa lakukan saat menyambut atau saat Galungan itu sendiri. Tidak hanya urusan sembahyang, tapi juga urusan kuliner Babi saat menyambut Galungan. Apalagi euphoria dan semarak Galungan dan berjumpa keluarga, momen yang sangat banyak dinantikan untuk obati kerinduan akan kampung halaman.  

Menyambut Galungan memang cukup panjang. Ada beberapa rangkaian upacara sebelum hari Galungan itu datang. Mulai dari Sugian Jawa dan Sugian Bali. Pada kedua hari tersebut umat Hindu menyucikan diri dan juga semesta sebelum menyambut hari Galungan itu sendiri. 

BACA JUGA: Stellar Transformation S6E14

galungan bali
Instagram/ @justravelynn

Dari Tumpek Wariga hingga Sugian 

Namun jauh sebelum itu, ada Tumpek Wariga sebuah hari Sabtu saat Wuku Wariga. Hari ini ditujukan untuk menghaturkan syukur pada alam khususnya tumbuh-tumbuhan. Umat Hindu menghaturkan semacam sesaji yang dimana ada bubur di dalamnya. Pohon-pohon yang berbuah kemudian diiris batang pohonnya. Lalu pada irisan tersebut dimasukan bubur dan diberikan doa. Niscaya agar mereka berbuah yang bagus dan berkah untuk menyambut hari Galungan yang akan segera datang. 

“kaki-kaki ijo I dadong mapan bin 25 lemeng galungan sing ada ngenah? Yo gelem, ne bubuh nged-nged-nged”  begitu kira-kira doa yang terucap. 

Setelah Tumpek Wariga selesai, lalu dilanjutkan dengan Sugian Jawa & Sugian Bali. Keduanya merupakan hari dimana, umat hindu menyucikan diri serta alam semesta. Galungan kemudian dilanjutkan dengan Penyekeban. Sebuah hari dimana bahan-bahan sesaji seperti pisang dan tape mulai di-sekeb atau dimatangkan dengan menggunakan berbagai metode. Secara tradisional, bahan sesaji khususnya pisang dibungkus dalam daun gamal, lalu ditunggu beberapa hari. Namun kini banyak yang menyemprotkan cairan karbit lalu pisangnya dicuci sebelum digunakan sebagai sesaji.

Setelahnya ada Penyajaan, segala jenis jajan mulai dibuat. Orang Bali cakap membuat jajan. Jajan yang dibuat bukan bolu, bukan roti kukus, tapi jajan gorengan ya karena metode akhirnya digoreng. Ada jaje uli, jaje gina, jaje sirat, dan lain sebagainya beda daerah di Bali mungkin sebutannya juga beda ya. Jajanan yang mungkin tak banyak dilirik hari ini oleh anak muda setelah ngelungsur atau aktivitas mengambil sisa sesaji setelah dihaturkan, tidak seperti bolu, brownies, roti kukus, atau kue-kue premium lainnya. Namun jaje gorengan ini harus ada dan bisa dibilang sebagai mandatory cake dari sebuah sesaji atau banten. Kini, dengan praktis orang bisa membelinya di pasar atau dengan mereka para pembuat jajan yang masih ada dan lestari hingga hari ini. Biasanya banyak di kampung-kampung.  

Penampahan Galungan: Tak Hanya Nampah Tapi Lebih ke Kuliner 

Penampahan adalah saat sehari sebelum Galungan. Momen Penampahan ini paling dinanti. Itu karena ini adalah saat semua story Instagram dan Whatsapp adalah sepiring nasi, lengkap dengan lawar, babi goreng, tum, urutan dan kuah komoh atau balung. Benar sekali, hari Penampahan kini berarti makan-makan bukan lagi nampah seperti makna dari kata Penampahan itu sendiri. Orang kini semakin praktis, tinggal beli daging babi/ayam yang sudah dipotong dan bersih. Mereka lalu tinggal masak atau bahkan bisa beli yang sudah jadi mulai dari lawar, tum, dan berbagai olahan masakan lainnya.

Dulu kultur “mepatung” adalah salah satu ide menarik saat Penampahan. Seorang peternak atau pemilik babi akan mengecer babi hidup utuh mereka dengan harga tertentu untuk beberapa orang. Pagi-pagi dini hari saat hari Penampahan, mereka semua berkumpul, mengambil babi dari kandangnya, memotongnya dengan doa, lalu membagikannya sesuai dengan jumlah yang sepadan dengan jumlah uang yang mereka patungan. Semua mendapat bagian yang lengkap, mulai dari bagian kepala hingga kaki bahkan darah dan jeroan. Kemudian mereka kembali pulang dan lanjut mengolahnya di rumah masing-masing. Ada sesuatu yang menarik, bagian daging babi yang mereka bawa pulang biasanya dengan baskom atau tas plastik diatasnya diisikan daun atau tumbuhan berduri, misalnya pandan berduri. Konon agar dijauhkan atau tidak dicari para bhuta kala. 

Daging Babi Meroket, Orang Bali Sulit Jual & Beli Babi saat Galungan Kuningan Tiba

Sayangnya, belakangan ini daging Babi dan perlengkapan hari raya sering menjadi komoditi yang “mahal” layaknya cabai dan sembako yang naik saat Idul Fitri. Anehnya peternak babi di Bali selalu sulit menjual babi dengan harga yang bagus saat hari raya. Bahkan mereka yang tak punya babi juga sulit untuk membeli karena harganya yang meroket. Di lain sisi, mereka enggan “mepatung” karena berpikir “tuyuh atau ribet dan capek” . Sebuah dilema akan situasi perayaan sebuah hari raya kemenangan, lalu siapa sebenarnya yang menang disini?  

Tak sampai disana Penampahan juga menjadi hari dimana Penjor, sebuah simbol kemenangan mulai dipasang di setiap pintu gerbang rumah-rumah umat Hindu di Bali. Setiap rumah dengan satu pintu keluar memasang satu penjor yang lengkap dengan segala jenis sarananya, semua diambil dari unsur-unsur tumbuhan yang ditanam di bawah tanah (pala bungkah), buah-buahan (pala wija) dan lain sebagainya lengkap dengan sampian penjor.

Penampahan Galungan: Pulang Kampung hingga Banten Soda 

Di hari Penampahan ini pula sanak saudara akan berdatangan. Orang Bali walaupun sudah menikah keluar, mereka akan datang atau pulang kampung (rumah saat ia masih bujang/remaja). Mereka datang dengan membawa sesaji (banten soda) yang dihaturkan pada leluhur-leluhurnya saat hari raya Galungan. Tak hanya bertukar banten soda, bertukar makanan dan berbagi kuliner hasil olahan saat Penampahan pun menjadi bagian paling menyenangkan saat hari itu. Istilah angpao atau THR juga kian populer, anak-anak kecil sering diberikan sejumlah uang untuk bekal hari raya. 

Saat hari Galungan tiba, suasana Bali terasa begitu khidmat. Asap dupa sudah mengepul dari pagi, semerbak wangi bunga, bahkan musik-musik gamelan banyak digaungkan di rumah-rumah dan Pura-Pura di Bali. Masyarakat Hindu mulai prosesi sembahyang dari pelinggih-pelinggih di rumah. Setelahnya mereka lanjut ke merajan (pura keluarga), hingga ke pura kahyangan desa (Pura Desa, Puseh, & Dalem). Tak hanya itu, mereka juga menyempatkan untuk menghaturkan sesaji ke pura dimana mereka biasanya mengais rejeki. Sembahyang ke tempat kerja, ke sekolah, ke pura subak bagi yang memiliki lahan sawah, dan berbagai pura lainnya. 

Galungan: Keluarga & Nostalgia, Hingga Malu Pulang Kampung

Momentum Galungan tidak hanya untuk melakukan persembahyangan semata, ada kekeluargaan yang sedang dipupuk di dalamnya. Mereka yang pergi merantau dan jarang ada di rumah kampung biasanya menyempatkan diri untuk saling berkunjung dari rumah ke rumah keluarga. Saling bertegur sapa, membagikan kisah-kisah lama dan bernostalgia dikala tetangga datang kemudian nimbrug di dalam obrolan keluarga. Sebuah pemandangan yang tidak asing bagi sebuah momen Galungan di setiap keluarga di Bali. 

Namun tak jarang juga bagi mereka yang jarang sekali pulang merasa asing dan bahkan mengasingkan diri dari keluarga besar karena malu tak pernah pulang karena kesibukan. Sebuah fenomena yang juga tidak bisa terhindarkan dari setiap hubungan sosial dan berkeluarga di Bali. 

Namun begitu, Galungan tetaplah hari raya yang penuh euphoria dan semarak kemenangan. Ungkapan rasa rindu terhadap orang tua, keluarga, sanak saudara, hingga berbagai ajang keakraban sosial bermasyarakat lainnya. Itu semua melebihi dari sekadar hubungan manusia dengan Tuhan yang khusuk dari setiap laku persembahyangan yang digelar. 

Selamat menyambut hari raya Galungan dan Kuningan untuk umat Hindu sedharma dimanapun berada. Rahayu. 

Filed Under: Trend-Culture Tagged With: galungan, galungan dan kuningan

Primary Sidebar

Where to Eat!

coffee shop di Kintamani

Montana Del Cafe: Pioneer Coffee Shop Estetik di Kawasan Gunung Batur Kintamani Bangli

cata vaca jatiluwih

Cata Vaca: Nikmati View Persawahan dalam Balutan Lak-Lak Khas Jatiluwih Tabanan

standar lokal urutan babi asap

Standar Lokal Urutan Babi Asap: Hidangan Lokal dengan Cita Rasa Diatas Standar

la montagne coffee

La Montagne Coffee, Mahagiri Panoramic Resort: View Sawah Paling Ciamik di Karangasem, Bali

pika sushi

5 Tips Makan Enak dan Praktis Selama Liburan di Australia

Berburu Oleh-Oleh di Pulau Dewata: Mulai Dari Permen, Coklat, Kue, hingga Pernak Pernik Unik

Footer

Seedbacklink

jalanmelali.com

East or West, Bali is the Best!

  • Facebook
  • Instagram

Copyright © 2025 Jalan Melali - All Rights Reserved

Share

Blogger
Bluesky
Delicious
Digg
Email
Facebook
Facebook messenger
Flipboard
Google
Hacker News
Line
LinkedIn
Mastodon
Mix
Odnoklassniki
PDF
Pinterest
Pocket
Print
Reddit
Renren
Short link
SMS
Skype
Telegram
Tumblr
Twitter
VKontakte
wechat
Weibo
WhatsApp
X
Xing
Yahoo! Mail

Copy short link

Copy link